| Fatmawati Sang First Lady Perajut Negeri, Pahlawan dari Bengkulu | Puspita Yudaningrum - Blogger Traveling and Lifestyle

Top Social

Minggu, 05 November 2017

Fatmawati Sang First Lady Perajut Negeri, Pahlawan dari Bengkulu

   
Mesin jahit yang digunakan Fatmawati untuk menjahit Bendera Pusaka Merah Putih
Fatmawati Soekarno. Nama salah satu istri presiden pertama Indonesia ini tentu tidak asing lagi di telinga. Saat di bangku sekolah kita sering mendengar nama tersebut, bahkan nama ini juga digunakan sebagai nama bandara di Bengkulu yang merupakan kota kelahiran ibu Fatmawati dan nama jalan di Jakarta serta beberapa kota lainnya di Indonesia. 

Lalu apa sebenarnya peran beliau dalam perjuangan bangsa Indonesia? Apakah hanya sebatas penjahit bendera merah putih yang dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945? Tentu saja tidak.

Perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai puncak dengan diproklamasikannya Indonesia pada 17 Agustus 1945 di jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta oleh Soekarno-Hatta. Pengibaran Bendera Merah Putih pun menjadi simbol bebasnya Indonesia dari tangan penjajah. Lalu siapakah dari sekian banyak tokoh dan pejuang bangsa ini pada saat itu yang memikirkan arti penting dari sebuah bendera bagi bangsa yang merdeka? 

Hanya Fatmawati satu-satunya orang yang memikirkan dan telah mempersiapkan bendera merah putih itu satu setengah tahun sebelum Indonesia merdeka. Hal ini diungkapkan Fatmawati dalam bukunya yang berjudul: Catatan Kecil Bersama Bung Karno.

Ketika akan melangkahkan kakiku keluar dari pintu terdengarlah teriakan bahwa bendera belum ada, kemudian aku berbalik mengambil bendera yang aku buat tatkala Guntur masih dalam kandungan, satu setengah tahun yang lalu. Bendera itu aku berikan pada salah seorang yang hadir di tempat di depan kamar tidurku.

Dari petikan paragraph di atas, cukup jelas bahwa peran Fatmawati bukan hanya sebagai penjahit bendera pusaka merah putih sebagaimana yang ada di buku-buku sejarah sekolah dan dipahami generasi-generasi saat ini. Namun, ide dari pemikiran beliau telah mampu melewati batas-batas pemikiran para pejuang bangsa Indonesia lainnya pada saat itu. 


Perjalanan ibu Fatmawati menemani perjuangan Bung Karno



Setelah Proklamasi, keesokan harinya 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Tugas pemimpin negara di zaman revolusi sangat berat dalam mempertahankan kemerdekaan dari bangsa asing yang ingin kembali menjajah Indonesia. 

Tugas berat tersebut secara otomatis dipikul juga oleh Fatmawati sebagai ibu negara. Tidak jarang Soekarno menjadikannya tempat berbagi keluh kesah dan bertukar ide dalam menjalankan perjuangannya.      

Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak diterima secara positif oleh Belanda. Belanda datang lagi ke Indonesia untuk kembali mengusai Indonesia. Keadaan menjadi tegang, banyak rakyat yang mencari perlindungan, tidak terkecuali Fatmawati. 

Dalam buku berjudul ‘Fatmawati Soekarno, the first lady’ disebutkan bahwa Presiden Soekarno dan Fatmawati harus berpindah-pindah untuk menghindari penangkapan. Bahkan  untuk mengelabuhi musuh, selama satu bulan Fatmawati menyamar menjadi tukang pecel dan Soekarno menyamar menjadi tukang sayur dengan gaya berjalan pincang. Sementara Guntur dititipkan kepada neneknya di Bogor.

Karena kondisi Jakarta yang mencekam, maka Soekarno dan keluarganya diungsikan di daerah Sukanegara Jawa Barat, suatu daerah di lereng gunung dan banyak perkebunan teh. Mereka berdiam di gubuk yang terbuat dari dinding bambu tanpa penerangan listrik. 

Situasi Jakarta yang tidak kunjung aman mengharuskan pusat pemerintahan Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, Fatmawati sering mendampingi Soekarno meninjau daerah-daerah, komunitas sosial dan memberikan pidato bagi rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membangun negara. Di Yogyakarta pulalah pada 23 Januari 1946, Fatmawati melahirkan anak keduanya dan diberi nama Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri.

19 Desember 1948 Belanda membombardir Yogyakarta. Beberapa hari kemudian, Soekarno dan Hatta diasingkan ke Pulau Bangka. Hal ini tentunya membuat Fatmawati khawatir.

Tidak lama setelah itu, Fatmawati diusir dari Istana Kepresidenan, lalu beliau dan anak-anaknya tinggal di sebuah rumah tanpa jendela dan pintu di Batanawarsa dekat kali Code. Keadaan ekonomi mereka pun sangat memprihatinkan pada saat itu.

Beberapa dokumentasi perjalanan Fatmawati menemani tugas kenegaraan Bung Karno

(Baca Juga: Wisata Sejarah RumahPengasingan Bung Karno di Bengkulu)



Hingga akhirnya pada 6 Juli 1949 Soekarno kembali ke Istana dengan kemenangan. Pusat pemerintahan pun kembali ke Jakarta pada 29 Desember 1949. Sebagai ibu negara, Fatmawati selalu setia menemani Soekarno dalam kunjungan dan penyambutan tamu kenegaraan. 

Selain itu Fatmawati juga aktif dalam membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat, pendidikan, kesehatan, anak terlantar dan penyandang cacat. Dalam tugasnya sebagai pembina persit, Persatuan Istri Tentara, Fatmawati selalu berpesan agar mereka selalu menjaga persatuan diantara mereka melalui kerjasama dan tugas-tugas sosial.

Fatmawati selalu mencurahkan seluruh perhatiannya untuk keluarga. Sesibuk apapun, beliau selalu menyempatkan diri untuk memasak dan mengurusi anak-anaknya. Dalam bidang seni, Fatmawati pandai bermain piano, menyanyikan lagu pop daerah, bahkan beliaulah yang mempopulerkan lagu Anging Mammiri di selingkaran Nusantara.

Soekarno, Fatmawati dan anak-anaknya
Sumber foto: Cover belakang buku 'Fatmawati Sukarno, the First Lady'
Pada 14 Mei 1980, Ibu Fatmawati meninggal di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam perjalanannya sepulang dari umroh. Dari pernikahannya dengan Soekarno, beliau memiliki 5 orang anak, yaitu Guntur, Megawati, Rahmawati, Sukmawati, dan Guruh. Fatmawati meninggal pada usia 57 tahun dan dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. 

Atas jasa-jasa besarnya kepada bangsa Indonesia dalam perjuangan merajut negeri. Atas ide-idenya yang luar biasa bagi negeri ini, atas kesetiaannya menemani perjuangan Bung Karno, serta atas keaktifannya dalam berbagai kegiatan sosial, putri asli Bengkulu ini dianugerahi gelar pahlawan pada 4 November 2000, berdasarkan Keppres No. 118/TK/2000. 


Referensi
Nugroho, Arifin Suryo. 2010. Fatmawati Sukarno, The First Lady. Yogyakarta: Ombak
Soekarno, Fatmawati. 1978. Catatan Kecil Bersama Bung Karno. Jakarta: Sinar Harapan
8 komentar on "Fatmawati Sang First Lady Perajut Negeri, Pahlawan dari Bengkulu"
  1. Wah menarik sekali mengulas sejarah neh. Bikin kepo terus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, makin banyak baca makin sadar klo ilmu sejarahnya kurang hahaha

      Hapus
  2. Jadi inget sosok fatmawati yang menjahit bendera merah putih

    BalasHapus
  3. Wahhh. Bekum baca bukunya. Jadi pengen baca

    BalasHapus
  4. Berkat Ibu Fatmawati negara ini punya bendera berwarna merah putih :D
    Senang baca2 sejarah tentang first lady Indonesia :D

    BalasHapus
  5. Peran fatmawati terhadap bangsa kita memang besar sekali ya..

    BalasHapus
  6. Menarik sekali penjalanan ibu Fatmawati. Dari cerita ini aku baru tahu kalau pasca merdeka, Bung Karno dan Bung Hatta sempat diasingkan lagi. Padahal sudah jadi presiden

    BalasHapus